Kamis, 05 Agustus 2010

miss ya fent ^^


Tak ada teman telah terpencar, namun waktu terus berputar, peduli apa terjadi,terus berlari tak terhenti, untuk raih harapan. Di dalam tangis atau tawa. Kosong – Pure Saturday

Jika saya tidak bisa tidur (seperti malam ini) biasanya kalau tidak menulis, membaca novel ya beres-beres kamar. Ya, beres-beres kamar tengah malam, hhe.. Cukup menyenangkan. Karna biasanya saya akan berhenti di tengah jalan (aktifitas beres-beres) setelah menemukan sesuatu. Kali ini saya menemukan sebuah binder, uhm apa ya bahasa umumnya binder? Hhe. Saya ingat betul, binder ini adalah binder jaman SMA yang isinya macam-macam kegiatan yang sudah dan akan saya lakukan untuk hari ini dan keesokannya.


Hwaw, disana saya sangat bersemangat sekali. Saya yang baru masuk kelas 1 setelah MOS selesai sudah punya target harus masuk OSIS, harus masuk ranking 5 besar, harus masuk kelas IPA, harus masuk Pecinta Alam, harus masuk Paskibra. And I did it! Astaga dragon, darimana saya dapat semua energi itu ya dulu.. Heuh, tapi sepertinya saya lupa mencantumkan list bahwa saya juga harus berhasil dalam ’Kisah kasih di sekolah’, hhe.. Track record kisah asmara saya saat SMA tidak begitu bagus, haum.. :p Yess, kalau boleh flashback, memang masa SMA saya adalah masa kejayaan saya, golden life pertama saya. Bagaimana bisa saya terus tertawa riang, bersenang-senang (walaupun terkadang ada bad day-nya juga sih) dari awal beraktifitas -pukul 6 pagi hingga 5 sore. Iya, sampai sore karna ada les ini itu dan eskul ini itu (OSIS dan Pecinta Alam, ingat?)

Demi rumput yang bergoyang, selama 3 tahun SMA saya tidak pernah sama sekali membolos. You know-lah, membolos macam berangkat sekolah tapi kalian berkeliaran di mall atau di warnet atau dimanalah. Saya tidak pernah. Mungkin kalau 30 menit kabur dari kelas pada les-les sore hari yang membosankan iya. Saya pernah kabur ke kantin bersama sahabat saya pada jam sore les tambahan sekolah berlangsung. Mengobrol ketawa-ketiwi bersama ibu kantin. Lalu tiba-tiba teman saya seperti ter-pause saat melihat saya yang sedang mengunyah sate usus.

”Heh, apa za?? Ekspresi wajahmu lho nggilani...” Dia bukannya menjawab malah menunjuk-nunjuk ga jelas. Ya sudah saya terus melanjutkan makan sate usus saya. Riza sahabat ’kabur’ saya sore itu terus saja menepuk-nepuk pundak saya sambil menunjuk-nunjuk sesuatu. Sumpah ini seperti film komedi Dono tahun 80-an!! Saat saya menoleh ke belakang, JDGERRRRRR... Ada Pak Hendri, Bapak Kesiswaan sekolah saya! Ternyata sudah berada di belakang saya sejak tadi! Itulah yang menyebabkan si Riza jadi gagu! Saya seperti Caught in the Act! Saya ikut ter-pause seperti apa yang Riza lakukan. Dan apa yang terjadi pun terjadilah, saya diceramahi, lalu dikembalikan ke kelas. Tentu saja kedatangan kami ke kelas disambut riuh seperti artis. Hhahaha.. How stupid me??

Semasa SMA saya selalu berpikir ’Mengapa banyak sekali ya aturan di sekolah ini? Kaos kaki harus putih, sepatu harus full hitam (ada warna lain langsung kena pilox –serius!, sabuk hitam sekolah, masuk pukul 6.30 pagi dan baru pulang sore hari, les ini itu, senam kesegaran jasmani (SKJ) wajib di pagi hari Jum’at, bla3 syalala’ Enak sekali kalau nanti sudah kuliah, bebas pakai baju apa saja, sepatu warna-warni, ga ada les ini itu, ga bertemu guru matematika yang menyebalkan lagi, dan yess ga ada upacara pagi di hari Seneeeeenn... :D

Dan sekarang saya sudah kuliah, Alhamdulillah sesuai target saya Negeri, dan berbagai macam target lainnya (seperti target-target saya saat baru memasuki SMA ingat?) Sayangnya fase saya yang ini tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Jika ada mesin waktu Doraemon saya ingin balik pada masa-masa SMA saja. Saya sadar, tanggung jawab yang dimiliki lebih besar. Yess, yess, saat kuliah kita bebas mau masuk kelas atau tidak. Tidak ada Pak Hendri yang akan menceramahi saya jika kabur dan menggiring saya untuk kembali ke kelas. Atau tidak ada senam pagi pada hari Jumat, yang sukses membuat badan saya seperti tak pernah sekalipun terjamah dengan yang namanya olahraga -selama kuliah. Dosen Statistik Inferensial saya juga tidak kalah menyebalkan dengan memberi nilai seenaknya kepada mahasiswa, ternyata masih mending guru Matematika SMA yang saya bilang menyebalkan dulu itu. Menurut saya dulu ia menyebalkan karna selalu menyuruh saya maju untuk mengerjakan soal di papan. Tanpa saya sadari dengan demikian saya jadi lebih memahami aljabar.


Saya dulu iri dengan mbak-mbak kuliahan petentang petenteng kuliah dengan kemeja dan flatshoes merahnya. Heah, sekarang boro-boro, mending mikirin ujian depan dan tumpukan tugas yang menanti untuk di kerjakan. Belum lagi waktu yang harus saya bagi dengan pekerjaan, Untung, I love being busy : ) Jujur, saya merindukan masa SMA saya yang lepas, tertawa, menangis, di kelilingi teman-teman dan lingkungan yang sepetinya tanpa beban. Saya kemarin sore sepulang kerja (iya, saya kuliah sambil bekerja) mampir untuk makan di sebuah foodcourt. Ada gerombolan anak berseragam putih-abu-abu di sebelah meja saya. Mereka yang rata-rata menggunakan tas ransel yang melorot ke bawah -yang saya yakin buku-buku SMA jaman sekarang semakin tebal (dan mahal), lalu seragam-celana-rok SMA yang berusaha mereka modifikasi, sepatu full hitam, dan badge pada lengan kanannya membuat saya tahu mereka dari SMA unggulan Surabaya. Rasanya saya tidak tahan ingin senyum-senyum sendiri melihat mereka : Tertawa, bergerombol, gaul dan berisik! Hahaha..

Saya tersenyum-senyum, sampai kepala saya di jitak oleh pacar saya. ”Ada apa...? Kumat, kayak orgil senyum-senyum dhewe” tanyanya. ”Engga, mereka lucu...”. ”Berisik gitu kok lucu, liat tu ketawanya ngakak emangnya ini rumahnya? Luh, bawa kartu segala di foodcourt..” Saya semakin dalam tersenyum. Melihat mereka saya seperti melihat diri saya sendiri beberapa tahun lalu. Fent yang bebas lepas mengekspresikan apa aja. Memilih apa yang dia mau. Menentukan yang terbaik untuk dirinya. Melakukan apa yang menurutnya layak untuk dilakukan. Dan memang itu tidak buruk. Saya selalu mencapai segala target yang saya tetapakan di awal. Saya membawanya dengan santai tanpa beban namun tetap dengan keseriusan untuk dapat terealisasikan. Ah, saya rindu Fent yang dulu. Saya rindu Fent yang kuat dan lepas seperti dulu. : )

Saya tahu, dalam hidup setiap orang akan naik level sesuai dengan masalah yang berhasil ia lewati. Semakin tinggi tingkatan level itu, tentu akan semakin sulit tantangannya, dengan demikian semakin bertambah juga kualitas hidup seseorang. Dan kali ini entah mengapa saya belum bisa naik dari level yang satu ini, dalam kualitas diri saya untuk menjadi lebih baik. Saya stagnan. Dan itu menyebalkan. : )

#Lovefent

0 cuap-cuap :):

Posting Komentar

 

Princess at LoneLy WorLd Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template